Napsiyah menekankan pentingnya melibatkan pekerja sosial (social worker) dalam pemberantasan terorisme. Lapas bisa menerima sarjana kesejahteraan sosial, lapas juga bisa menerima social worker untuk pendamping kemasyarakatan.
RUU Terorisme dinilai tidak perlu mengatur tentang pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme. Sebab, dalam UU TNI sudah jelas diatur soal tugas dan fungsi militer di Indonesia.
Pemberantasan terorisme tersebut juga mengambil korban dari pihak kepolisian.
Memperkuat basis intelijen menjadi salah satu solusi untuk memberantas tindak kejahatan terorisme. Dengan intelijen yang kuat, aksi pemberantasan terorisme bisa lebih terarah dan efektif.
Pembentukan Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopsusgab) untuk pemberantasan terorisme dipertanyakan. Pasalnya, badan baru ini akan berbenturan dengan badan yang sudah ada.
Komnas HAM meminta pemerintah terbuka dalam penyusunan Peraturan Presiden (Perpres), tentang pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme
Presiden Irak Barham Salih mengatakan, pemberantasan terorisme membutuhkan komitmen global untuk negara-negara yang berisiko terkena dampak tindakan ekstrimis tersebut.
Perang hanya akan berakhir melalui pemberantasan terorisme.
Rencana pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme jelas bertentangan dengan kaidah-kaidah Hak Asasi Manusia (HAM)
Komisi III DPR menyoroti dualisme dalam Perpres soal pelibatan TNI dalam aksi pemberantasan terorisme. Terdapat sejumlah catatan kritis yang disampaikan Komisi III DPR kepada pemerintah.